Menghidupkan Warisan Budaya: Kelompok 27 KKN-P Umsida Dokumentasikan Seni Bantengan Desa Sumberpitu

Pasuruan, 8 Februari 2025 -Dalam upaya melestarikan budaya lokal, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang sedang menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Pencerah di Desa Sumberpitu menggelar program kerja digitalisasi budaya lokal dengan mempromosikan kesenian Bantengan. Seni Tradisional Bantengan merupakan pertunjukan budaya yang memadukan elemen sendratari, keahlian bela diri, musik, serta syair atau mantra yang sarat dengan nuansa magis. Pertunjukan ini menjadi lebih menarik saat mencapai tahap trans, di mana para pemain mengalami kesurupan oleh roh leluhur Banteng (Dhanyangan).

Salah satu langkah nyata dari program ini adalah mengikuti dan mendokumentasikan pertunjukan Bantengan yang digelar di Dusun Kuntul, Desa Kalipucang, Kecamatan Tutur, Pasuruan. Pertunjukan ini menghadirkan grup Bantengan dari Dusun Curahbuntung, Desa Sumberpitu “Wahyu Ricky Budoyo”, sebagai bintang tamu. Masyarakat setempat antusias menyaksikan atraksi yang sarat makna spiritual dan nilai kepahlawanan ini. Bantengan, yang merupakan seni tradisional khas Jawa Timur, dikenal dengan pertunjukan tari yang menggambarkan pertarungan mistis antara banteng dan pawang, sering kali diiringi dengan unsur trance atau kesurupan.

Mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Sidoarjo tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktif dalam mendokumentasikan pertunjukan ini sebagai bagian dari program kerja mereka di bidang pariwisata. Dengan memanfaatkan platform digital, mereka berharap budaya Bantengan di Desa Sumberpitu dapat lebih dikenal luas, baik oleh masyarakat lokal maupun generasi muda yang semakin akrab dengan media sosial.

Ketua organisasi Wahyu Ricky Budoyo, Sultono, menyambut baik inisiatif tersebut. Dalam wawancara, beliau menyampaikan bahwa Bantengan ini memang bertujuan untuk menghibur masyarakat. Sultono juga menyebutkan untuk menarik minat masyarakat termasuk anak muda, bantengan miliknya telah menambah inovasi baru.

“Bantengan ini tujuannya ya untuk menghibur masyarakat, untuk menarik minat masyarakat tergantung cara mainnya, dulu bantengan Wahyu Ricky Budoyo ini hanya memakai bantengan saja, sekarang menggunakan jaranan kidalan sebgaai tambahan” ujar Sultono. 

Acara tersebut berlangsung dengan meriah dari pukul 9 malam hingga 12 malam. Sultono menyebutkan jika lamanya pertunjukan bantengan miliknya berlangsung tergantungdari pentonton. jika seiring berjalannya waktu penonton semakin bertambah, maka durasi pertunjukan pun akan semakin lama.

“Jam setengah 9 biasanya sudah mulai, kalau semakin malam penontonnya nambah ya, bisa sampai jam 12 atau jam 1 selesai.”

Salah satu penonton, Fara, warga Sidoarjo yang ikut menyaksikan pertunjukan bantengan untuk yang pertama kalinya mengungkapkan ketertarikan terhadap pertunjukan ini.

“Ini pertama kali saya melihat pertunjukan bantengan. Unik ya, sekarang kan lagi Chinese New Year, jadi berasa lihat barongsai versi lokal. terus pertunjukannya juga banyak, ada bantengan, jaranan dan tarian lainnya.”

Dalam mempersiapkan pertunjukan, bantengan Wahyu Ricky Budoyo biasanya latihan 2 kali dalam satu minggu, yatu di hari Rabu malam dan Minggu malam. Bantengan Wahyu Ricky Budoyo berdiri sejak tahun 2024 lalu, tetapi Sultono menyebutkan jika mereka menggeluti dunia seni budaya sejak SD hingga sekarang memiliki organisasi sendiri. Untuk menjaga eksistensi budaya lokal bantengan miliknya, Sultono menggunakan media sosial tiktok sebagai sarana promosi.

Mahasiswa kelompok 27 KKN Pencerah Universitas Muhammadiyah Sidoarjo berharap upaya digitalisasi ini bisa menjadi langkah awal untuk semakin mengembangkan potensi wisata berbasis budaya lokal di Desa Sumberpitu. Dokumentasi pertunjukan ini telah dibagikan melalui media sosial kelompok 27 KKN Pencerah Umsida untuk menjangkau lebih banyak penikmat seni dan budaya.